Diskominfo-Tuntang : Aneka produk kerajinan tangan berbahan baku enceng gondok dari Dusun Sejambu, Kesongo, Tuntang mulai bersiap memasuki pasar internasional. Adalah Firman Setyaji (29), warga Sejambu yang merintis jalan itu dengan mengusung label “Bengok Craft” sejak awal tahun 2019 ini. Awalnya, dia hanya ingin meningkatkan nilai gulma air yang banyak ditemui di tepian Rawa Pening di sekitar dusun. Sekaligus membantu warga mendapatkan penghasilan tambahan. “Belasan produk kerajinan tangan dari enceng gondok kami buat secara otodidak. Salah satu produk stool atau bangku yang kami buat ternyata diminati oleh peritel perabot rumah tangga IKEA dari Swedia pada Juni lalu,” terangnya saat ditemui di bengkel kerjanya di tepi jalan raya Tuntang-Salatiga, Senin (23/9) pagi.
Usaha kreatif bujang alumnus jurusan kriminologi FISIP UI Jakarta tahun 2014 ini sebenarnya masih seumur jagung. Dia memulai riset sederhana untuk mengawali usahanya itu pada Oktober 2018. Diketahui, kondisi sosial ekonomi warga desanya yang sebagian besar nelayan terus tergerus seiring merebaknya populasi enceng gondok. Warga hanya bisa memanfaatkan tanaman pengganggu itu secara apa adanya. Hasil yang didapat warga pengumpul enceng gondok itu juga dinilai Firman tidak sepadan dengan tenaga yang dikeluarkan. Karena itulah, anak dari Kepala Desa Kesongo ini bertekad meningkatkan pendapatan warga. Caranya dengan mengajak warga menjadi pengrajin untuk meningkatkan nilai guna enceng gondok itu.
Produk pertama yang ditawarkan bengkel kerja “Bengok Craft” adalah buku dari enceng gondok. Produk ini ternyata laku keras saat ditawarkan lewat media sosial. Lima puluh buah buku dari enceng gondok laris manis dibeli penggemar kerajinan dari Jakarta dan Bali. Bermodal hasil penjualan itu, Firman dibantu teman dan beberapa warga setempat mengembangkan aneka produk lainnya. Mulai dari topi, pembungkus telepon genggam, kaos, sandal, tas jinjing (tote bag) diproduksi oleh punggawa Bengok Craft. Produk dari enceng gondok itu dijual dengan harga termurah Rp 10 ribu untuk gelang dan termahal Rp 300 ribu untuk produk bangku lesehan. Sedangkan untuk produk pakaian dan kaos rata-rata dijual Rp 100 ribu.
Semuanya dikerjakan oleh Firman dan kawan-kawan secara otodidak bahkan cenderung nekad. Dicontohkan, ketika ada peritel dari Swedia meminta mereka membuat produk bangku lesehan, Firman langsung mengiyakan. Padahal dia belum pernah membuat produk seperti itu. Namun desain dan produk yang ditawarkan ternyata memenuhi syarat mutu yang ditentukan peritel tersebut. Sayangnya, kerja sama itu terhenti karena kemampuan produksi ‘Bengok Craft” yang terbatas. “Saat ini sudah ada tiga kelompok warga pengrajin yang membantu produksi. Namun belum semuanya memiliki kemampuan membuat stool dengan baik. Karenanya, kami belum bisa memenuhi pesanan peritel dari luar negeri tersebut,” jelasnya lagi.
Tantangan terberat Firman memang pada kemampuan perorangan para karyawannya. Maklum saja, sebagian besar dari mereka adalah para ibu rumah tangga. Karenanya, Firman berencana meningkatkan ketrampilan mereka secara berkelanjutan lewat berbagai pelatihan.
Meski begitu, Firman tak patah semangat. Kerja kerasnya membuahkan hasil dengan digelarnya aneka produk buatannya di gerai kerajinan di sebuah pusat perbelanjaan terkenal di Jakarta Pusat. Sedangkan di tingkat lokal, dia sudah membuka gerai di tempat wisata Desa Semilir Bawen. Selain itu juga sedang dirintis pembukaan gerai di Taman Wisata Saloka Lopait Tuntang. Tak hanya itu, produk “Bengok Craft” juga telah lolos ke pameran produk kerajinan terbesar di tanah air yakni Inacraft 2019 di Jakarta. “Kepengin juga sih membuka gerai di Bali karena pasarnya ramai. Mungkin dua tahun kedepan akan buka disana sambal mempersiapkan tingkat produksi yang lebih baik,” katanya. Sip lah!!!(*/junaedi)
Enceng Gondok Sejambu Bersiap Ke Pasar Internasional
Comments (1)
Comment here
You must be logged in to post a comment.
harga bahan baku enceng gondok kering per kg nya berapa gan